300 Pengungsi Aceh Tenggara Ratap Kesedihan, Bertahan di Balai Desa karena Rumah Telah Tiada

author
Almujawadin

Kemarin, Pukul 22:45 WIB

300 Pengungsi Aceh Tenggara Ratap Kesedihan, Bertahan di Balai Desa karena Rumah Telah Tiada
Nyanyian pilu para pengungsi di Desa Loser, Kecamatan Ketambe, Kabupaten Aceh Tenggara, salah satunya disampaikan Diana, Rabu, 10 Desember 2025 malam. INFORakyat.co/Almujawadin.
“Rintihan duka, kesedihan dan ratapan kehancuran menyesakan dada, suaranya bergetar melukiskan rasa penderitaan yang sedang digeluti, kami tidak tahu kemana harus berlindung jika masa pengungsian berakhir. Kami tidak punya apa-apa lagi, semua disapu banjir,” ungkap Diana, menikam sendu lubuk hati.

KUTACANE | inforakyat.co – Malam berganti siang, suasana kelam penuh air mata terus bercumbu dengan waktu, memasuki Hari ke 14 pasca terjadi banjir yang menerjang wilayah Kabupaten Aceh Tenggara, kondisi belum menjelma untuk menghadirkan harapan baru bagi pengungsi yang kehilangan rumah di Desa Loser, Kecamatan Ketambe.

Tawa kecil dan tangisan anak-anak tak mampu meredam bayangan bencana tragis, suara bising Generator Set (Genset) juga tidak berhasil menundukan kesedihan hati ratusan pengungsi.

Langit gelap dipantulkan cahaya rembulan yang kadang kala terhalang segumpal awan, hanya energi genset sumber penerangan di balik kegalauan umat yang bertahan di balai Desa Loser, tempat bernaung para pengungsi.

"Kurang lebih, ada 300 pengungsi bertahan di posko darurat. Bukan tanpa alasan, jadwal pengungsian menjadi panjang dikarenakan rumah dan harta benda serta lahan bangunan sudah hanyut terbawa arus. Yang tersisa hanya jiwa dan batin kami, kemana kami melangkah dan berlindung, semua telah tiada," ujar Diana, diantara pengungsi yang merasakan hal serupa.

Dengan air mata mulai bercucur, Diana kembali menuturkan, kami tidak tahu kemana harus berlindung jika masa pengungsian berakhir. Kami tidak punya apa-apa lagi, semua disapu banjir. Waktu begitu cepat menghidangkan misteri, kami jatuh, kami hancur," ungkap Diana, menikam sendu kepada kepada INFORakyat.co, Rabu, 10 Desember 2025 malam.

Penderitaan ini sudah sangat lengkap, dapur umum sebagai penyangga hidup sementara sudah ditutup, para pengungsi hanya bertahan hidup dengan bantuan seadanya, serta memasak dengan cara bergotong royong. Goresan luka semangkin dalam, hasrat untuk bangkit semangkin terbelenggu.

"Kami bukan malas, kami bukan manja, tapi kondisi yang membuatkan tertusuk. Saat ini, untuk satu minggu kedepan mungkin bahan makanan masih memadai, kami hawatir jika tidak ada bantuan lagi ke mana kami harus mencari. Tempat bersandar hidup telah patah diterjang banjir," imbuh Diana lagi.

Pengungsi yang bertahan di balai desa Loser Kecamatan Ketambe Aceh Tenggara Aceh, makan seadanya, Rabu, 10 Desember 2025 malam. INFORakyat.co/Almujawadin.

Selama ini, warga sudah bertarung hidup untuk memperbaiki nasib, namun Kehendak berkata lain dan mengantarkan ke pintu gerbang penderitaan. Tidak ada harta yang bisa di selamatkan, kecuali, baju yang melekat di badan.

"Mungkin banyak yang tidak memahami, banyak anak-anak saat ini diliburkan karena tidak ada pakaian dan perlengkapan sekolah. Sebegitu parah hidup yang kami rasakan. Kedua anak saya harus libur sekolah, lantaran pakaian dan peralatan sekolah mereka ikut hanyut terbawa arus," ungkapnya.

Harapan kami satu-satunya, pemerintah segera turun tangan, negaralah tempat rakyat berlindung, jika tidak kehidupan masyarakat akan terus terombang ambing, dan generasi akan bodoh diakibatkan kemiskinan yang terpuruk.

Kini air sudah surut, puing-puing kayu mulai dibersihkan, namun badai kehidupan belum berlalu dan terus menggerogoti hingga saat ini. Jangankan untuk membangun rumah dan membiayai sekolah anak-anak, untuk mengisi kebutuhan sehari-hari saja sudah kewalahan.

Terlibat air matanya kian menetes deras, hanya terdengar isakan. "Rasanya tak mungkin kami tidur di balai desa yang terbuka, hidup secara ramai-ramai di satu lokasi. Bukan karena hembusan angin malam menusuk kulit, tetapi kerinduan hidup lagak dan maksimal adalah impian setiap orang. Ini adalah takdir, ini ujian, tetapi terlalu berat kami rasakan," rintihnya sambil menyekap mata.

Kalaulah bisa, sambung Diana, pemerintah berkenan mengalokasikan anggaran untuk membangun tempat tinggal bagi korban yang terdampak di lokasi yang lebih aman, tentu ini harapan besar untuk kembali menata kehidupan baru.

"Yakinlah, tanpa bantuan pemerintah, maka korban-korban banjir yang sudah tidak punya apa-apa akan patah arang, termasuk saya harus berbuat apa lagi. Tidak mungkin bertahan terus menerus di posko pengungsian. Tolonglah kami pak presiden, bantulah kami pak gubernur, jangan biarkan kami usang tanpa Haluan," harap Diana, mengaku langkahnya gontai. ||

Tags terkait :

Editor : Sudirman Hamid

Kanal : News, Daerah, Bencana, Pemerintahan dan Pembangunan, Bantuan, Banjir