Jangan Sepelekan Petuah Orang Tua, Perahu akan Karam Menyeret Petaka

author
Sudirman Hamid

08 Dec 2025 09:53 WIB

Jangan Sepelekan Petuah Orang Tua, Perahu akan Karam Menyeret Petaka
ILUSTRASI: Perahu Dayung terambang ambing. Foto. Net
“Seandainya mampu menghitung jumlah helai rambut di kepala, tentu akan lebih mudah memprediksi takdir yang akan menimpa, namun lebih mudah menggapai merana dengan tangan tanpa noda, hanya butuh waktu, taktik dan strategis serta dibarengi sifat keserakahan”

TAPAKTUAN | inforakyat.coIsi kandunran Al Quran, Firman dan Hadist tidak bisa diubah, namun belum tentu yang tersurat dan tersirat dapat di orkestrasi dengan gamblang tanpa perhitungan dan strategi matang, jika saja diketahui maut dan bencana akan tiba, akan kupilih tempat bersandar paling aman.

Pengalaman kehidupan terlahir dari musibah yang dialami penulis sendiri sekira empat tahun lalu, aku bodoh, aku tidak mendengar nasehat orang-orang tua, aku egois dan keras kepala, aku karam di lautan dengan biduk kecil akibat hantaman badai kencang.

Sakit dan sangat menderita, aku hilang timbul di popor gelombang, bertarung hidup dengan sebilah pelampung, lima jam lebih harus meneguk asinnya air laut.

Sikap batat tungang (keras kepala-bhs Aceh red), membuatku tunggang langgang, bahkan menjadi buah bibir sorotan dan cemoohan publik. Faktanya yang tidak terbantahkan, aku turun melaut pada hari keempat Hari Raya Idul Adha (hari raya korban).

"Jangan pernah turun melaut, jika Takbiran Hari Raya Idul Adha masih berkumandang selama tujuh hari, kaum Muslimin sedang memuji Allah, mengamalkan asma-asma Ilahi, karena saat itu orang-orang sedang menunaikan ibadah Haji di Baitullah," demikian petikan petuah orang tua disampaikan almarhum Tgk Nainunis, dikutip dari salah salah seorang warga, Senin, 8 Desember 2025.

Sebelum musibah menimpa, aku berpikir takdir itu seumpama menghitung jumlah rambut diatas kepala, atau hanya selintangan tak bermakna, ternyata tidak semudah itu. Langkah, Rezeki, Pertemuan dan Maut, datangnya dari Kehendak Allah, bukan seperti menggapai menara dengan tangan tanpa noda.

"Bukan pula mencari celah dan mengorek seberkas cahaya pada saat gelap gulita dan terpaan badai, akhirnya akibat melanggar petuah orang-orang terdahulu aku tereat jalan. Seharusnsya, berjalan pelan-pelan, hati-hatia dan wasapada, yang penting selamat dan sampai ke tujuan dengan secangkir keberkahan," ucap Yahwa Muhammad.

Mencermati perkataan dan ungkapan orang-orang tua, maka wajarlah kalau harus pintar meniti buih, agar selamat menyeberang, menganggap sepele, naas dan maut akan menghadang.

Susunan pembaran dan narasi ini, hanya sekedar mengingat histori peristiwa yang pernah dialami akibat terseret arus batat tungang, semoga menjadi pembelajaran bagi kita semua. Tidak perlu mengkhianati, karena pengkhianatan akan muncul dan datang lebih pedih serta sangat menyakitkan.

Jangan pernah membuat orang lain seperti Raket Bak Pisang, karena suatu ketika ia akan menjadi barisan lawan. Jangan berlindung pada segumpam embun dan menyendiri kawanan, dikhawatirkan serigala akan menerkam dan mamangsaimu.||

Tags terkait :

Editor : Redaksi

Kanal : News, Budaya, Sosialisasi